Hubungan Lampung dengan Masyarakat Luar


SEJAK dulu, orang Lampung telah membuka diri dengan masyarakat dari luar. Hubungan tersebut lebih lanjut tidak hanya berlangsung dalam hal perdagangan maupun pekerjaan saja, tetapi juga perkawinan. Selain orang Lampung yang datang hingga bermukim ke luar daerah, banyak pula suku-suku bangsa lain yang datang dan bertempat tinggal di daerah Lampung.

Hubungan antara Banten dan Lampung misalnya. Hubungan terjalin karena saling membutuhkan dan ada timbal-balik. Penjelasan lain mengatakan kalau zaman dulu orang Lampung wajib melakukan seba (datang menghadap, audiensi) kepada Sultan Banten; dan beroleh nama gelar. Bahkan, pepadun (pedudukan, bangku) diilhami ketika melihat para petinggi Banten tidak duduk sama tinggi, yang kemudian melahirkan sebutan 'Lampung Pepadun’, salah satu dari dua sub adat Lampung, di samping Lampung Saibatin (Peminggir). Bukti hubungan ini, antara lain di Banten terdapat kampung Lampung Cikoneng.

Begitu pula halnya orang Bugis. Mereka diperkirakan sudah masuk ke Lampung pada abad ke 19. Salah satu buktinya keberadaan Masjid Jami Al-Anwar di Telukbetung, yang dibangun oleh keturunan Bugis tahun 1839. Pada mulanya masjid ini hanya berupa surau, yang kemudian hancur tahun 1883 ketika Gunung Krakatau meletus. Namun dibangun kembali tahun 1888 lewat suatu musyawarah bersama para saudagar dari Palembang dan Banten. Masjid Jami Al-Anwar itu adalah masjid tertua di Lampung. Di Menggala, Tulangbawang, juga sudah lama terdapat Kampung Bugis dan Kampung Palembang. Bahkan mereka termasuk ke dalam kebuaian (keturunan darah) yang ada di sana.

Kehadiran orang Bengkulu di Lampung juga sudah terjadi sejak abad ke 19. Masjid Jami Al-Yaqin yang terletak di jalan Raden Intan, Bandar Lampung, dibangun oleh orang Bengkulu yang merantau ke Tanjung Karang tahun 1883. Semula, masjid itu terletak di dekat Pos Polisi Pasar Bawah. Lalu dipindahkan ke depan BRI di Jalan Raden Inten.

Sementara itu, kedatangan orang Jawa di Lampung – dalam skala perpindahan yang terencana- untuk pertama kalinya terjadi tahun 1905 hingga 1910 melalui program kolonisasi di Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran sekarang. Program pemerintah kolonial Hindia Belanda ini berlangsung terus. Setelah Gedong Tataan, Pringsewu, Kota Agung, menyusul penempatan kolonis di Kewedanaan Sukadana, termasuk Kolonisasi Trimurjo atau Metro sekarang.

Selanjutnya, gelombang perpindahan penduduk asal Pulau Jawa lebih banyak lagi melalui program transmigrasi. Mereka ditempatkan hampir di seluruh kabupaten/kota di Lampung saat ini. Sedangkan orang Bali datang ke Lampung tahun 1963 karena meletusnya Gunung Agung, yang juga dalam program transmigrasi.

*) Oleh: Akhmad Sadad, dikutip bebas dari berbagai sumber dan disesuaikan untuk LAMPUNG COMMUNICATIONS, 2010.

Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Post a Comment